Senin, 25 April 2011

Sarkoma Kaposi dan Purpura Sekunder


Anggie Anarahmy
411109043
SARKOMA KAPOSI
Sarkoma Kaposi (KS) adalah penyakit mirip kanker. Awalnya KS ini dikenal sebagai penyakit yang mempengaruhi laki-laki usia lanjut di daerah Eropa Timur atau Laut Tengah. KS juga terjadi pada laki-laki Afrika dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Penyebab KS tertinggi sekarang adalah infeksi HIV. Kalau kita mengalami KS terkait HIV, kita dianggap AIDS.
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh virus human herpesvirus 8 (HHV8). Sarkoma Kaposi pertama kali dideskripsikan oleh Moritz Kaposi, seorang ahli ilmu penyakit kulit Hongaria di Universitas Wina tahun 1872. Sarkoma Kaposi secara luas diketahui sebagai salah satu penyakit yang muncul akibat dari AIDS pada tahun 1980-an.
Penyakit ini biasanya dilihat pada kulit, atau dalam lapisan mulut, hidung, atau mata. KS juga dapat menyebar pada paru, hati, perut dan usus, dan kelenjar getah bening. KS mencakup perkembangan banyak pembuluh darah baru yang sangat tipis. Proses ini disebut angiogenesi.

PURPURA SEKUNDER
ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006). Berdasarkan etiologi,ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.
Untuk menyingkirkan kemungkinan idiophatic thrombocytopenia purpura (ITO) sekunder
·         Anamnesis:
o   Riwayat obat-obatan (heparin, alkohol, sulfonamides,kuinidin/kuinin, aspirin) dan bahan kimia - Gejala sistemik: pusing, demam, penurunan berat badan
o   Gejala penyakit autoimun: artralgia, rash kulit, rambut rontok
o   Riwayat perdarahan (lokasi, banyaknya, lamanya), resiko infeksi HIV, status kehamilan, riwayat transfusi,riwayat pada keluarga (trombositopenia, gejala perdarahan dan kelainan autoimun)
o   Penyakit penyerta yang dapat meningkatkan risiko perdarahan (kelainan gastrointestinal, sistem saraf pusat dan urologi
o   Kebiasaan/hobi: aktivitas yang traumatik

Etika Dan Metaetika


A.   Pengertian Etika

Secara Etimologis berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang artimya cara bertindak, adat, tempat tinggal dan kebisaan yang menyangkut dengan masalah moral. Kata moral itu sendiri berasal dari bahasa latin “mos” yang memiliki arti yang sama dengan kata etika. Jadi secara harfiah etika adalah salah satu cabang dari filsafat yang bertitik tolak dari masalah nilai dan moral manusia yang berkenaan dengan tindakan manusia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1993) Etika adalah suatu ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk serta tentang hak dan kewajiban (akhlak).

Menurut filosofi agama Etika adalah sebuah pandangan moralitas yang mengarahkan manusia untuk berbuat baik antar sesamanya agar tercipta masyarakat yang baik dan aman.

Menurut Siagian (1996:3), etika mempelajari dan menentukan apakah suatu tindakan baik atau buruk, atau tindakan apa yang seyogyanya dibenarkan dan tidak dibenarkan. Sasaran etika sebagai suatu bidang studi ialah menentukan standar untuk membedakan antara karakter yang baik dan yang tidak baik.

Menurut Velasquez (2005:10), etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar masuk akal atau tidak masuk akal, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau yang jelek.
Menurut Gumbira-Sa’id (2006) etika dalam prakteknya terdapat tiga arti:
1.    Nilai-nilai dan norma-norma (pedoman aturan standar atau ukuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis) moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2.    Kumpulan asas atau nilai moral (Kode Etik).
3.    Ilmu tentang perihal yang baik atau buruk.

Etika memiliki pengertian bahwa manusia diharapkan mampu mengatasi sifat-sifat jahatnya dan mengembangkan sifat-sifat baik dalam dirinya.

Paul Foulquie mendefinisikan etika sebagai “aturan kebiasaan, yang apabila ditaati dan dipatuhi, akan mengantarkan manusia meraih segenap tujuannya”. Biasanya etika sangat terkait dengan persoalan-persoalan bagaimana meraih kebahagiaan dalam diri manusia. Kita sering mendengar istilah “etika kebahagiaan”.

B.   Pembagian Etika Sebagai Ilmu Moralitas

Sebagai ilmu yang mempelajari tentang moralitas, Etika memiliki beberapa fungsi dan perwujudan yaitu:

1.    Etika Deskriptif (descriptive ethics)
Etika deskriptif adalah sebuah kajian empiris atas berbagai aturan dan kebiasaan moral seorang individu, sebuah kelompok atau masyarakat, agama tertentu, atau sejenisnya. Secara normatif menjelaskan, secara moral berusaha untuk mengetahui motivasi, kemauan dan tujuan suatu tindakan dalam tingkah laku manusia.

2.    Etika Normatif (normative ethics)
Etika normatif mengkaji dan menela’ah teori-teori moral tentang kebenaran dan kesalahan. Merupakan etika yang berusaha menjelaskan mengapa manusia bertindak seperti apa yang mereka lakukan, dan apakah prinsip-prinsip dari kehidupan manusia.

3.    Metaetika (metaethics)
Metaetika atau etika analitis tidak berkaitan fakta-fakta empiris atau historis, dan juga tidak melakukan penilaian evaluasi atau normatif. Meta-etika lebih suka mengkaji persoalan-persoalan etika, seperti pertanyaan: apa makna dari penggunaan ungkapan “benar” atau “salah”?. Merupakan etika yang berusaha memberikan arti istilah dan bahsa yang di pakai dalam pembicaraan etika , serta cara berfikir yang di pakai untuk membenarkan pernyataan-pernyataan etika.
Menurut Plato dan Socrates, dengan adanya etika akan timbullah hubungan yang rapat antara kebaikan moral dan personaliti yang sehat.





C.   Pembahasan Metaetika

Awalan meta- (dari bahasa Yunani) mempunyai arti ”melebihi”, ”melampaui”. Istilah ini diciptakan untuk menunjukan bahwa yang dibahas disini bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita dibidang moralitas.

Metaetika bergerak pada tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat ditempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya antara lain filsuf Inggris George Moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat.

Salah satu masalah yang ramai dibicarakan dalam metaetika adalah the is/ought question, yaitu apakah ucapan normatif dapat diturunkan dari ucapan faktual. Kalau sesuatu merupakan kenyataan (is), apakah dari situ dapat disimpulkan bahwa sesuatu harus atau boleh dilakukan (ought).

Metaetika merupakan hasil kajian dari etika deskriptif dengan etika normatif, menjelaskan tentang ciri-ciri serta istilah yang berkaitan dengan tindakan bermoral atau sebaliknya seperti kebaikan, kejahatan, tanggung jawab dan kewajiban. Penjelasan lain metaetika yakni mempertanyakan makna yang di kandung oleh istilah-istilah kesusilaan yang dipakai untuk membuat tanggapan-tanggapan kesusilaan (Bambang Rudito dan Melia Famiola:2007).

Metaetika merupakan suatu bentuk analitik yang berkaitan dengan menganalisis semua peraturan yang berkaitan dengan tingkah laku, baik dan jahat. Kritikal yang berkaitan dengan mengkritik terhadap apa-apa yang telah di analisis. Metaetika mengkaji asal prinsip-prinsip etika dan penggunaannya. Pertanyaannya adalah: Adakah prinsip-prinsip etika yang merupakan suatu rekaan sosial? Adakah prinsip-prinsip etika sosial ini merupakan gambaran daripada emosi individu? Metaetikalah yang akan menjawab semua persoalaan ini yang memfokuskan kebenaran universal, ketentuan Tuhan, alasan kepada penilaian etika dan definisi istilah-istilah yang berkaitan dengan etika itu sendiri.

Metaetika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. Dalam metaetika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuatnya.

D.   Contoh Kasus

Sebagai contoh,"Seorang anak menendang bola hingga kaca jendela pecah." Secara metaetis, baik-buruknya tindakan tersebut harus dilihat menurut sudut pandang yang netral. Pertama, dari sudut pandang si anak, bukanlah suatu kesalahan apabila ia menendang bola ketika sedang bermain, karena memang dunianya (dunia anak-anak) salah satunya adalah bermain, apalagi ia tidak sengaja melakukannya. Akan tetapi kalau dilihat dari pihak pemilik jendela, tentu ia akan mendefinisikan hal ini sebagai kesalahan yang telah dibuat oleh si anak. Si pemilik jendela berasumsi demikian karena ia merasa dirinya telah dirugikan.
Bagaimanapun juga, hal-hal seperti ini tidak akan pernah menemui kejelasannya hingga salah satu pihak terpaksa kalah atau mungkin masalah menjadi berlarut-larut. Mungkin juga kedua pihak dapat saling memberi maklum. Menyikapi persoalan-persoalan yang semacam inilah, maka metaetika dijadikan bekal awal dalam mempertimbangkan suatu masalah, sebelum penetapan hasil pertimbangan dibuat.

E.   Kesimpulan

Etika memberikan orientasi kepada manusia tentang bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkain tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan cara berindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Dari berbagi komponen-komponen etika itu sendiri termasuk metaetika dan etika deskriptif pada akhirnya akan membantu kita untuk membuat pilihan, pilihan terhadap nilai yang menjelma dalam sikap dan perilaku yang sangat mewarnai dan menentukan makna hidup kita. Selain itu etika dapat membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang akan kita lakukan dalam suatu kondisi dan situasi tertentu dalam hidup kita sehari-hari.

tugas kasus pelanggaran etika


A.   Kasus Pelanggaran Etika

Contoh Kasus :

1.    Seorang dokter memberi cuti sakit berulang-ulang kepada seorang tahanan, padahal orang tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan perkaranya. Dalam hal ini dokter terkena pelanggaran Kode Etik Kedokteran (KODEKI) Bab-I pasal 7 dan KUHP pasal 267.

·         KODEKI Bab I pasal 7
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya.

·       KUHP pasal 267
Dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang adanya atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dihukum dengan hukuman penjara selama 4 tahun.

2.    Seorang penderita gawat darurat dirawat di suatu rumah sakit dan ternyata memerlukan pembedahan segera. Ternyata pembedahan tertunda-tunda, sehingga penderita meninggal dunia. Pelanggaran etik dan hukum kasus ini ada 2 kemungkinan:

a.   Jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan kelalaian dokter, maka sikap dokter tersebut bertentangan dengan lafal sumpah dokter, KODEKI Bab II pasal 10 dan KUHP pasal 304 dan 306.
·      Lafal sumpah dokter:
Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita.

·      KODEKI Bab II pasal 10
Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan.

·      KUHP pasal 304
Barang siapa yang dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan seseorang dalam kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan, perawatan dan pemeliharaan berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau karena suatu perjanjian, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 tahun 8 bulan

·      KUHP pasal 306 (2)
Jika salah satu perbuatan tersebut berakibat kematian, maka bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.

b.   Jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan keluarga penderita belum membayar uang panjar untuk rumah sakit, maka rumah sakitlah yang terkena pasal-pasal KUHP 304 dan 306, sedangkan dokter terkena pelanggaran KODEKI.



B.   Pembahasan

Di negara-negara maju terdapat Dewan Medis (Medical Council) yang bertugas melakukan pembinaan etika profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap etik kedokteran.

Di Negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun demikian, MKEK ini belum lagi dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter maupun masyarakat.
Masih banyak kasus yang keburu diajukan ke pengadilan sebelum ditangani oleh MKEK. Oleh karena fungsi MKEK ini belum memuaskan, maka pada tahun 1982 Departeman Kesehatan membentuk Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) yang terdapat pula di pusat dan di tingkat propinsi.

Tugas P3EK ialah menangani kasus-kasus malpraktek etik yang tidak dapat ditanggulangi oleh MKEK, dan memberi pertimbangan serta usul-usul kepada pejabat berwenang. Jadi instansi pertama yang akan menangani kasus-kasus malpraktek etik ialah MKEK cabang atau wilayah. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK Propinsi dan jika P3EK Propinsi tidak mampu menanganinya maka kasus tersebut diteruskan ke P3EK Pusat.

Begitu juga kasus-kasus malpraktek etik yang dilaporkan kepada propinsi, diharapkan dapat diteruskan lebih dahulu ke MKEK Cabang atau Wilayah. Dengan demikian diharapkan bahwa semua kasus pelanggaran etik dapat diselesaikan secara tuntas.

Tentulah jika sesuatu pelanggaran merupakan malpraktek hukum pidana atau perdata, maka kasusnya diteruskan kepada pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah bahwa oleh karena kurangnya pengetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan teknologi kedokteran menyebabkan dokter yang ditindak menerima hukuman yang dianggap tidak adil.

C.   Tinjauan

1.    Pada kasus no.1 dapat diketahui bahwa seorang dokter telah melakukan pelanggaran :
a.    Pelanggaran etika
Ditinjau dari bahwa dokter tersebut telah melakukan pelanggaran kode etik kedokteran.
b.    Pelanggaran moral
Dokter tersebut telah menyalahgunakan standar benar dan salah dalam tugas yang dijalaninya.
c.    Pelanggaran hukum
Dokter tersebut sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang kesehatan pasien
d.    Pelanggaran agama
Dokter tersebut telah melakukan kebohongan yang tidak didasari atas bukti yang nyata


2.    Pada kasus no.2 seorang dokter telah melakukan pelanggaran :
a.    Pelanggaran etika
Dokter tersebut telah melanggar kode etik kedokteran yang merupakan kode etik profesi kedokteran.
b.    Pelanggaran moral
Karena norma moral disini adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai dokter. Oleh karena itu secara langsung dokter tersebut telah melakukan pelanggaran moral sebagai seorang dokter.
c.    Pelanggaran hukum
Sudah jelas bahwa disini dokter atau rumah sakit telah melakukan pelanggaran hukum karena dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan seseorang dalam kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan, perawatan dan pemeliharaan.
d.    Pelanggaran agama
Dokter tersebut telah melanggar sumpah yang telah dilafalkan sebagai seorang dokter, yang dilihat dari sisi agama bahwa melanggar sumpah adalah sebagai suatu pelanggaran terhadap nilai-nilai agama yang telah diajarkan.




D.   Kesimpulan

Jadi walaupun kesadaran hukum meningkat akhir-akhir ini, namun untuk menegakkan hukum itu di tengah-tengah masyarakat masih menghadapi hambatan-hambatan. Hambatan lain tentunya, bahwa unsur-unsur penegak hukum kadang kala belum siap menangani kasus-kasus yang diajukan, karena terbatasnya pengetahuan dalam bidang medik dan belum adanya perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kasus-kasus yang diajukan.

Walaupun dalam KODEKI telah tercantum tindakan-tindakan yang selayaknya tidak dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya, akan tetapi sanksi bila terjadi pelanggaran etik tidak dapat diterapkan dengan seksama.

Dalam etik sebenarnya tidak ada batas-batas yang jelas antara boleh atau tidak, oleh karena itu kadang kala sulit memberikan sanksi-sanksinya.